Rabu, 03 Juli 2013

mplikasi UU Kesejahteraan Sosial ”



Oleh : Abraham Fanggidae

Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial selanjutnya disingkat UU KS, telah lahir melalui pengesahan dalam sidang paripurna DPR RI 18 Desember 2008. Implikasi UU KS ini amat luas. Pemerintah, DPR RI, DPD RI, instansi pemerintah terutama stake holder yang sudah menjadi mitra kerja Kementerian Sosial, dunia usaha, masyarakat terutama lembaga terkait dengan penyelenggaraan kesejahteraan sosial harus aktif mendukung dan bekerja sama lebih baik, lebih terbuka, agar implementasi dari UU KS ini di lapangan tidak terlalu terkendala, akan berjalan dengan baik, dalam arti pelayanan sosial bagi masyarakat terselenggara dengan sebaik mungkin.
Karena jika kita melihat kesejahteraan sosial pada dasarnya merupakan refleksi dari suatu kondisi yang diidealkan atau diimajinasikan oleh pemikir dan pemegang kebijakan sosial.
Implikasi UU KS terutama menyangkut penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan pekerja sosial profesional, amat berdampak luas.

Kita fokus pada awal tulisan ini tentang penganggaran yang perlu memperoleh perhatian dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dari segi anggaran penyelenggaraan kesejahteraan sosial perlu didukung oleh anggaran yang memadai. Sebab hingga kini masalah yang bersangkutan dengan manusia yang kehilangan fungsi sosialnya sehingga mereka perlu memperoleh pertolongan luar biasa banyak. Tetapi penanggulangannya tidak bisa terselenggara dengan baik. Berapa banyak orang miskin yang kesulitan pangan, sandang, perumahan layak, pendidikan, kesehatan serta kebutuhan dasar lain?? Berapa banyak orang yang mengalami psikotik yang telantar di jalan, dalam keluarga? Berapa banyak keluarga yang bermasalah dengan dampak kekerasan kepada anak atau anak-anak mereka yang tidak tertolong dengan tuntas? Berapa banyak lanjut usia telantar yang terlunta tanpa jaminan antara lain dari keluarga atau sanak lainnya, sebab bagaimana mereka mau membantu sedangkan mereka sendiri membutuhkan bantuan? Bagaimana anak jalanan bisa berkurang dan kembali ke keluarga atau mulai menapaki sekolah yang sempat terputus atau belum pernah mereka alami sejak usia sekolah? Bagaimana dengan pelayanan kepada para penyandang cacat atau difable? Bagaimana dengan pengentasan kemiskinan melalui Program Keluarga Harapan (PKH) yang jangkauannya belum meliputi 33 provinsi, padahal seyognya 33 provinsi memiliki keluarga miskin, dan mereka perlu masuk dalam kegiatan PKH.

Akibatnya mudah ditebak, kondisi kehidupan perorangan, keluarga, kelompok, masyarakat yang mengalami masalah tidak pernah dapat melaksanakan kehidupan mereka dengan baik.
Kita masygul juga, seakan tidak atau belum ada standar yang disepakai pemerintah dan DPR RI atas besarnya dana APBN untuk membiayai masalah kesejahteraan sosial. Berapa jumlah anggaran ideal dalam APBN setiap tahun untuk kesejahteraan sosial? Pemerintah dan DPR RI perlu terbuka hati untuk menetapkan standar yang ideal dengan landasan permasalahan sosial yang ada dalam masyarakat. Membandingkan dengan bidang pendidikan yang ditetapkan anggaran ideal setidaknya 20 persen dari APBN.

Tiga Elemen Dasar

Menurut pandangan Midgley (2005), kondisi kesejahteraan sosial mencerminkan tiga elemen dasar, yaitu :

1) ketika masyarakat dapat mengontrol dan mengatasi masalahnya;

2) jika masyarakat dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya untuk hidup layak;

3)jika masyarakat memiliki kesempatan untuk mengembangkan taraf hidup dan potensi yang dimilikinya.

Kehadiran UU KS merupakan perintah konstitusi agar setiap orang, keluarga dan masyarakat dapat memenuhi tiga elemen dasar ini. Maka pemerintah dan DPR RI seharusnya bertolak dari konstitusi untuk menggariskan kebijakan tentang anggaran. Sebab tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam hal ini lembaga yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial amat besar dan luas sebab terkait langsung memberikan pelayanan maksimal kepada perorangan dan kelompok tersebut agar terbentuklah kapabilitas sosial, agar mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya secara baik, tetapi sumber dari berbagai lembaga termasuk dimaksud amat terbatas.

Tanggungjawab pemerintah cq. Kementerian Sosial di sini adalah antara lain penjaminan tersedianya akses pelayanan sosial yang merata untuk semua warga negara. Pemerintah memberi perlindungan, rehabilitasi sosial, bantuan sosial, bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial. Pemerintah pun bertanggungjawab dalam pengalokasian anggaran pembangunan bidang penanggulangan kemiskinan, perlindungan dan kesejahteraan sosial. Sedangkan tanggungjawab masyarakat dalam hal ini lembaga masyarakat, lembaga usaha swasta antara lain melakukan pelayanan kesejahteraan sosial kepada perorangan, kelompok dan masyarakat yang selama ini telah mereka kerjakan sendiri maupun secara terpadu antara sesama lembaga swasta maupun terpadu dengan pemerintah. 

Tanggungjawab ini sekali lagi, harus didukung dengan anggaran memadai. Tanggungjawab ini tidak ringan, jika melihat kondisi keuangan pemerintah. Alokasi Alokasi APBN untuk sektor kesejahteraan rakyat yang besar, namun tidak dalam porsi memadai untuk sektor kesejahteraan sosial, karena alokasi terbesar masih belum berubah, tetap didominasi oleh sektor pendidikan dan sektor kesehatan. Upaya perbaikan dengan alokasi yang lebih adil perlu ditangani lebih serius di masa dekat ini oleh Menko Kesejahteraan Rakyat.

Hampir tiap tahun alokasi APBN untuk sub sektor kesejahteraan sosial cq Kementerian Sosial tetap bertengger pada posisi “papan bawah”. Implikasinya, walau UU KS sebagai sebuah perintah konstitusi untuk menyejahterakan rakyat, jangan terlalu berharap permasalahan kesejahteraan sosial tertanggulangi lebih baik, lebih merata, bisa memfungsikan para penyandang masalah kesejahteraan sosial secara lebih signifikan dengan andalan APBN.

Maka, masih sulit bagi pemerintah menanggulangi kemiskinan dari rumah tangga sasaran miskin (RTSM), walau penanganan kemiskinan tetap menjadi fokus utama pemerintah. Terutama makin berat ketika kemiskinan dihadapkan sebagai dampak resesi dunia, perubahan iklim, dengan dampak yang makin berat pada periode 2010 serta tahun mendatang.

Penanggulangan kemiskinan ibarat “terpukul” dua kali pada tahun 2008 lalu, yaitu melalui gejolak kenaikan harga minyak dunia, dan kini krisis keuangan global atau resesi dunia tetapi keluarga miskin tidak memperoleh luberan bantuan atau jaminan sosial ”dua kali”. Jika sebentar lagi tarif dasar listrik (TDL) naik pasti diikuti naiknya harga barang dan jasa, maka warga negara golongan bawah akan terasa dampak, dan terpukul jatuh, bisa-bisa terjerambab. Program setara seperti Raskin, program keluarga harapan (PKH) dana BOS, Jamkesmas, seharusnya merupakan andalan memberi jaminan agar daya tahan perorangan, keluara, kelompok, masyarakat vulnarable dimaksud tidak goyah apalagi akhirnya hidup mereka menjadi terkoyak-koyak.

Siapa pun akan meyakini implikasi UU KS mengalami tantangan amat berat dalam beberapa tahun ke depan, jika kondisi perekonomian dan keuangan negara masih belum baik secara signifikan. Kita berharap kepada tanggungjawab swasta dalam penyelenggara kegiatan kesejahteraan sosial, tetapi seberapa banyak kabilitas mereka dilihat dari kemampuan pembiayaan atau anggaran berada dalam posisi yang lebih rendah ketimbang pemerintah?
Sebagai contoh nyata dalam pelayanan panti sosial anak. Panti sosial asuhan anak milik pemerintah dan panti sosial asuhan anak milik swasta menyediakan makan 3 kali sehari walaupun kuantitas dan variasinya sering terbatas dan dibeberapa kasus tidak sesuai. Makanan umumnya lebih baik dalam hal kualitas dan kuantitasnya di panti asuhan milik pemerintah. Sedangkan di mayoritas panti asuhan milik masyarakat mengalokasikan dana yang kalau dipikir-pikir kita “miris”, karena masih ada panti swasta yang alokasinya kecil, rata-rata kurang dari Rp 5.000 per hari/anak.

Menurut hasil penelitian Save the Children, Unicef dan Departemen Sosial terhadap panti sosial asuhan anak di Indonesia tahun 2007, bahkan amat mengenaskan kondisi panti yang dikelola masyarakat, di mana satu panti asuhan di NTB mengalokasikan Rp 1.000/ hari/anak untuk anggaran makan, tidak termasuk beras. Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan, dan pemerintah yang bisa memberikan solusi membantu panti swasta yang terpuruk seperti ini.

Pekerja Sosial

Tulisan ini ingin menyampaikan salah satu elemen penting yang perlu dikaji selanjutnya tentang eksistensi serta pera elemen dimaksud, sebagai implikasi lain dari UU KS terkait tugas dan peran pekerja sosial (Social Worker) yang diharapkan berkontribusi lebih baik, lebih luas lagi.Banyak ladang tuaian untuk pekerja sosial, namun “penuai”, dalam hal ini pekerja sosial masih sedikit. Sebagai salah satu profesi di negeri ini yang memberi pertolongan kemanusiaan kepada rakyat kita kontribusi pekerja sosial amat signifikan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Penulis menyitir salah satu pendapat menarik yang pernah disampaikan terkait dengan pekerja sosial, di mana menurut DuBois dan Miley (2005:12), dalam garis besar ada empat tugas profesi pekerjaan sosial, yaitu:
  1. Meningkatkan kapasitas orang dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien. Dalam menjalankan peran ini, pekerja sosial mengidentifikasi hambatan-hambatan klien dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pekerja sosial juga menggali kekuatan-kekuatan yang ada pada diri klien guna mengembangkan solusi dan rencana pertolongan.
  2. Menggali dan menghubungkan sumber-sumber yang tersedia di sekitar klien. Beberapa tugas pekerja sosial yang terkait dengan peran ini antara lain a) membantu klien menjangkau sumber-sumber yang diperlukannya; b) mengembangkan program pelayanan sosial yang mampu memberikan manfaat optimal bagi klien; c)meningkatkan komunikasi di antara para petugas kemanusiaan; dan d) mengatasi hambatan-hambatan dalam proses pelayanan sosial bagi klien.
  3. Meningkatkan jaringan pelayanan sosial. Tujuan utama dari peran ini adalah untuk menjamin bahwa sistem kesejahteraan sosial berjalan secara manusiawi, sensitif terhadap kebutuhan warga setempat dan efektif dalam memberikan pelayanan sosial terhadap masyarakat
  4. Mempromosikan keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial. Dalam menjalankan peran ini pekerja sosial mengidentifikasi isu-isu sosial dan implikasinya bagi kehidpan masyarakat. Pekerja sosial membuat naskah kebijakan (policy paper) yang memuat rekomendasi-rekomendasi bagi pengembangan kebijakan baru maupun perbaikan atau pergantian kebijakan lama yang tidak berjalan efektif. Selain itu, dalam menjalankan peran ini, pekerja sosial juga bisa menterjemahkan berbagai kebijakan publik ke dalam program dan pelayanan sosial yang dibutuhkan klien.
            Penulis adalah Widyaiswara Utama Pusdiklat Kesejahteraan Sosial, Jakarta

Pengertian Penduduk
Penduduk dikonotasikan sebagai orang atau orang-orang yang mendiami suatu tempat, kampung, wilayah atau negeri, dan merupakan aset pembangunan atau sering disebut sumber daya manusia (SDA).
Penambahan penduduk yang cepat menyebabkan tingkat kepadatan penduduk menjadi tinggi. Kepadatan penduduk dapat dihitung berdasarkan jumlah penduduk untuk setiap satu kilometer persegi. Cara menghitungnya adalah dengan membandingkan jumlah penduduk di suatu daerah dengan luas daerah yang ditempati.

B.       Dampak kepadatan penduduk terhadap lingkungan
Peningkatan populasi manusia atau meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan tingkat kepadatan semakin tinggi .Pada sisi lain ,luas tanah atau lahan tidak bertambah.Kepadatan penduduk dapat mengakibatkan tanah pertanian semakin berkurang karena digunakan untuk pemukiman penduduk.
b.        Kebutuhan Udara Bersih
Setiap makluk hidup membutuhkan oksigen untuk pernapasan  .Demikian pula manusia sebagai makluk hidup juga membutuhkan oksigen untuk kehidupanya.Manusia memperoleh oksigen yang dibutuhkan melalui udara bersih .Udara bersih berati udara yang tidak tercemar,sehingga huyakitas udara terjaga dengan baik.Dengan udara yang  bersih akan diperoleh pernapasan yang sehat.
c.         Kerusakan Lingkungan
Setiap tahun, hutan dibuka untuk kepentingan hidup manusia seperi untuk dijadikan lahan pertanian atau pemukiman .Para ahli lingkungan memperkirakan lebih dari 70% hutan di dunia  yang alami telah ditebang  atau rusak parah .Menigkatnya jumlah  penduduk akan diiringi pula dengan meningkatnya  penggunaan sumber alam hayati. Adanya pembukaan hutan  secara liar   untuk dijadikan  tanah pertaniaan atau untuk mencari  hasil hutan sebagai  mata pencaharian penduduk akan merusak ekosistem hutan.



d.        Kebutuhan Air Bersih
Air merupakan kebutuhan mutlak makhluk hidup .Akan  tetapi,air yang dibutuhkan manusia sebagai mkhluk hidup adalah air bersih. Air bersih digunakan untuk kebutuhan penduduk atau rumah tangga sehari-hari.   Bersih merupakan air yang memenuhi syarat kualitas  yang meliputi syarat fisika ,kimia ,dan biologi. Syarat kimia yaitu air yang tidak mengandung zat-zat kimia yang membahayakan kesehatan  manusia. Syarat fisika  yaitu air tetap jernih (tidak brubah warna), tidak ada rasa, dan tidak berbau. Syarat biologi yaitu air tidak mengandung mikrooganisme atau kuman-kuman penyakit.
e.         Kekurangan Makanan
Manusia sebagai mahkluk hidup  membutuhan makanan. Dengan bertambahnya jumlah  populasi manusia atau penduduk, maka  jumlah kebutuhan makanan yang diperlukan juga semakin banyak. Bila hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan  produksi  pangan, maka dapat terjadi kekurangan makanan .Akan tetapi,biasanya laju pertambahan penduduk lebih cepat daripada kenaikan produksi pangan  makanan. Ketidakseimbangan  antara bertambahnya  penduduk   dengan bertambahnya   produksi pangan sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Akibatnya, penduduk dapat kekurangan gizi atau pangan. Kekurangan gizi menyebabkan daya tahan tubuh seseorang terhadap  suatu penyakit  rendah, sehingga mudah terjangkit penyakit.

f.         Pencemaran air

Disebabkan oleh limbah rumah tangga dan limbah industri.

C.       Solusi Mengatasi Masalah Kepadatan Penduduk

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk :
1.        Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan mengurangi jumlah angka kelahiran.
2.        Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk :
1.        Penambahan dan penciptaan lapangan kerja
Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir dalam bidang kependudukan.


2.        Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju pertumbuhan yang tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.

3.        Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.

4.        Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan
Hal ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan swasembada pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lainnya.




Permasalahan Penduduk (Kuantitas dan Kualitas) : Pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan permasalahan kependudukannya. Suatu pembangunan dapat berhasil jika didukung oleh subjek pembangunan, yakni penduduk yang memiliki kualitas dan kuantitas yang memadai.
1. Permasalahan kuantitas penduduk di Indonesia :
Jumlah penduduk Indonesia : Besarnya sumber daya manusia Indonesia dapat di lihat dari jumlah penduduk yang ada. Jumlah penduduk di Indonesia berada pada urutan keempat terbesar setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Pertumbuhan Penduduk Indonesia : Peningkatan penduduk dinamakan pertumbuhan penduduk. Angka pertumbuhan penduduk Indonesia Lebih kecil dibandingkan Laos, Brunei, dan Filipina.
Kepadatan penduduk Indonesia : Kepadatan penduduk merupakan perbandingan jumlah penduduk terhadap luas wilayah yang dihuni. Ukuran yang digunakan biasanya adalah jumlsh penduduk setiap satu km2 atau setiap 1mil2. permasalahan dalam kepadatan penduduk adalah persebarannya yang tidak merata. Kondisi demikian menimbulkan banyak permasalahan, misalnya pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, pemukiman kumuh dsb.
Susunan penduduk Indonesia : sejak sensesus penduduk tahun 1961, piramida penduduk Indonesia berbentuk limas atau ekspansif. Artinya pada periode tersebut, jumlah penduduk usia muda lebih banyak daripada penduduk usia tua. Susunan penduduk yang seperti itu memberikan konsekuensi terhadap hal-hal berikut.
Penyediaan fasilitas kesehatan.
Penyediaan fasilitas pendidikan bagi anak usia sekolah
Penyediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk kerja
Penyediaan fasilitas social lainnya yang mendukung perkembangan penduduk usia muda.
Upaya-upaya Pemecahan Permasalahan Kuantitas Penduduk Indonesia : Upaya pemerintah mengatasi permasalahan kuantitas penduduk antara lain, dengan pengendalian jumlah dan pertumbuhan penduduk serta pemerataan persebaran penduduk.



a. Pengendalian jumlah danpertumbuhan penduduk : Dilakukan dengan cara menekan angka kelahiran melalui pembatasan jumlah kelahiran, menunda usia perkawinan muda, dan meningkatkan pendidikan.
b. Pemerataan Persebaran Penduduk : Dilakukan dengan cara transmigrasi dan pembangunan industri di wilayah yang jarang penduduknya. Untuk mencegah migrasi penduduk dari desa kekota, pemerintah mengupayakan berbagai program berupa pemerataan pembangunan hingga ke pelosok, perbaikan sarana dan prasarana pedesaan, dan pemberdayaan ekonomi di pedesaan.
2. Permasalahan Kualitas Penduduk di Indonesia
¨ Tingkat Kesehatan : Kondisi kesehatan di Indonesia masih belum ada kemajuan. Dibandingkan dengan Negara yang lain Indonesia masih tertinggal jauh. Kondisi demikian terjadi karena masih rendahnya pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang ada masih belum memenuhi kebutuhan seluruh penduduk.
¨ Tingkat pendidikan : Merupakan modal pembangunan yang penting disamping kesehatan. Kemajuan pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari lama sekolah dan tingkat melek huruf penduduk.
· Lama Sekolah: lama sekolah seseorang dapat menunjukan tingkat pendidikannya. Lama sekolah penduduk Indonesia masih tergolong rendah. Artinya, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia rata-rata masih berada pada taraf pendidikan dasar.
· Tingkat melek huruf : seseorang dikatakan melek huruf jika orang tersebut dapat membaca atau tidak buta huruf. Kemajuan tingkat melek huruf di Indonesia tergolong pesat.
¨ Tingkat Pendapatan per Kapita (Percapita Income=PcI): adalah rata-rata pendapatan penduduk suatu Negara dalam satu tahun. Pendapatan perkapita secara umum menggambarkan kemakmuran suatu Negara.
o Dampak PermasalahanPenduduk Terhadap Pembangunan : Permasalahan kependudukan membawa dampak bagi pembangunan di Indonesia. Dampak-dampak tersebut dapat dilihat dibawah ini :




[ Ketidakmerataan penduduk menyebabkan tidak meratanya pembangunan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini menyebabkan masih terdapatnya daerah tertinggal, terutama daerah-daerah pedalaman yang jauh dari pusat kota.
[ Ledakan penduduk akibat angka kelahiran yang tinggi menyebabkan semakin tingginya kebutuhan penduduk akan perumahan, bahan pangan, dan kebutuhan tersier lainnya.
[ Ledakan penduduk juga mengakibakan angka beban ketergantungan menjadi lebih tinggi. Hal ini disebabkan angka usia non produktif lebih besar daripada usia produktif.
[ Arus urbanisasi yang tidak diimbangi dengan pendidikan dan ketrampilan yang cukup menimbulkan masalah pengangguran, kriminalitas, prostitusi, munculnya daerah kumuh, dan kemiskinan di daerah perkotaan. Hal tersebut dapat menghambat pembangunan, baik di daerah pedesaan (daerah asal) maupun daerah perkotaan (tujuan)
[ Timbulnya berbagai masalah kerusakan lingkungan akibat pertambahan penduduk manusia.
[ Masalah kemacetan lalu lintas dapat mengurangi arus mobilitas penduduk, barang, dan jasa yang akan berakibat pada terhambatnya perkembangan ekonomi penduduk.
 
Permasalahan Kuantitas Penduduk dan Dampaknya dalam Pembangunan
Jumlah penduduk yang besar berdampak langsung terhadap pembangunan berupa tersedianya tenaga kerja yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan. Akan tetapi kuantitas penduduk tersebut juga memicu munculnya permasalahan yang berdampak terhadap pembangunan. Permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya:

  1. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan kemampuan produksi menyebabkan tingginya beban pembangunan berkaitan dengan penyediaan pangan, sandang, dan papan.
  2. Kepadatan penduduk yang tidak merata menyebabkan pembangunan hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu yang padat penduduknya saja. Hal ini menyebabkan hasil pembangunan tidak bisa dinikmati secara merata, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara daerah yang padat dan daerah yang jarang penduduknya.


  1. Tingginya angka urbanisasi menyebabkan munculnya kawasan kumuh di kota-kota besar, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara kelompok kaya dan kelompok miskin kota.
  2. Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan volume pekerjaan menyebabkan terjadinya pengangguran yang berdampak pada kerawanan sosial.
Permasalahan Kualitas Penduduk dan Dampaknya terhadap Pembangunan
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kualitas penduduk dan dampaknya terhadap pembangunan adalah sebagai berikut:
# Masalah tingkat pendidikan
Keadaan penduduk di negara-negara yang sedang berkembang tingkat pendidikannya relatif lebih rendah dibandingkan penduduk di negara-negara maju, demikian juga dengan tingkat pendidikan penduduk Indonesia.Rendahnya tingkat pendidikan penduduk Indonesia disebabkan oleh:
  1. Tingkat kesadaran masyarakat untuk bersekolah rendah.
  2. Besarnya anak usia sekolah yang tidak seimbang dengan penyediaan sarana pendidikan.
  3. Pendapatan perkapita penduduk di Indonesia rendah.
Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya tingkat pendidikan terhadap pembangunan adalah:
  1. Rendahnya penguasaan teknologi maju, sehingga harus mendatangkan tenaga ahli dari negara maju. Keadaan ini sungguh ironis, di mana keadaan jumlah penduduk Indonesia besar, tetapi tidak mampu mencukupi kebutuhan tenaga ahli yang sangat diperlukan dalam pembangunan.
  2. Rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima hal-hal yang baru. Hal ini nampak dengan ketidakmampuan masyarakat merawat hasil pembangunan secara benar, sehingga banyak fasilitas umum yang rusak karena ketidakmampuan masyarakat memperlakukan secara tepat. Kenyataan seperti ini apabila terus dibiarkan akan menghambat jalannya pembangunan. Oleh karena itu, pemerintah mengambil beberapa kebijakan yang dapat meningkatkan mutu pendidikan masyarakat.

Usaha-usaha tersebut di antaranya:
  • Pencanangan wajib belajar 9 tahun.
  • Mengadakan proyek belajar jarak jauh seperti SMP Terbuka dan Universitas Terbuka.
  • Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan (gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain).
  • Meningkatkan mutu guru melalui penataran-penataran.
  • Menyempurnakan kurikulum sesuai perkembangan zaman.
  • Mencanangkan gerakan orang tua asuh.
  • Memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi.
# Masalah kesehatan
Tingkat kesehatan suatu negara umumnya dilihat dari besar kecilnya angka kematian, karena kematian erat kaitannya dengan kualitas kesehatan.
Kualitas kesehatan yang rendah umumnya disebabkan:
  1. Kurangnya sarana dan pelayanan kesehatan.
  2. Kurangnya air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
  3. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan.
  4. Gizi yang rendah.
  5. Penyakit menular.
  6. Lingkungan yang tidak sehat (lingkungan kumuh).
Dampak rendahnya tingkat kesehatan terhadap pembangunan adalah terhambatnya pembangunan fisik karena perhatian tercurah pada perbaikan kesehatan yang lebih utama karena menyangkut jiwa manusia. Selain itu, jika tingkat kesehatan manusia sebagai objek dan subjek pembangunan rendah, maka dalam melakukan apa pun khususnya pada saat bekerja, hasilnya pun akan tidak optimal.
Untuk menanggulangi masalah kesehatan ini, pemerintah mengambil beberapa tindakan untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat, sehingga dapat mendukung lancarnya pelaksanaan pembangunan. Upaya-upaya tersebut di antarnya:




  1. Mengadakan perbaikan gizi masyarakat.
  2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular.
  3. Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan.
  4. Membangun sarana-sarana kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit, dan lain-lain.
  5. Mengadakan program pengadaan dan pengawasan obat dan makanan.
  6. Mengadakan penyuluhan tentang kesehatan gizi dan kebersihan lingkungan.
# Masalah tingkat penghasilan/pendapatan
Tingkat penghasilan/pendapatan suatu negara biasanya diukur dari pendapatan per kapita, yaitu jumlah pendapatan rata-rata penduduk dalam suatu negara.
Negara-negara berkembang umumnya mempunyai pendapatan per kapita rendah, hal ini disebabkan oleh:
  1. Pendidikan masyarakat rendah, tidak banyak tenaga ahli, dan lain-lain.
  2. Jumlah penduduk banyak.
  3. Besarnya angka ketergantungan.
Adapun dampak rendahnya tingkat pendapatan penduduk terhadap pembangunan adalah:
  1. Rendahnya daya beli masyarakat menyebabkan pembangunan bidang ekonomi kurang berkembang baik.
  2. Tingkat kesejahteraan masyarakat rendah menyebabkan hasil pembangunan hanya banyak dinikmati kelompok masyarakat kelas sosial menengah ke atas.
Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat (kesejahteraan masyarakat), sehingga dapat mendukung lancarnya pelaksanaan pembangunan pemerintah melakukan upaya dalam bentuk:
  1. Menekan laju pertumbuhan penduduk.
  2. Merangsang kemauan berwiraswasta.
  3. Menggiatkan usaha kerajinan rumah tangga/industrialisasi.
  4. Memperluas kesempatan kerja.
  5. Meningkatkan GNP dengan cara meningkatkan barang dan jasa.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa penduduk merupakan orang-orang yang menduduki suatu tempat, wilayah atau Negara. Penambahan penduduk yang cepat menyebabkan tingkat kepadatan penduduk menjadi tinggi. Dampak kepadatan penduduk terhadap lingkungan antara lain:
c.    Kerusakan Lingkungan
d.   Kebutuhan air bersih
e.    Kekurangan makanan, dan
f.     Pencemaran lingkungan
Adapun hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk  adalah:
ü  Menggalakkan program KB (Keluarga Berencana)
ü  Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk antara lain:
·         Penambahan dan penciptaan lapangan kerja
·         Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
·         Mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi
·         Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan
B.     Kritik dan Saran
Demikiankah makalah yang dapat penulis sampaikan. Sebagai pemakalah kami menyadari banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Mohon maaf  apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Implikasi UU Kesejahteraan Sosial ”

Oleh : Abraham Fanggidae




Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial selanjutnya disingkat UU KS, telah lahir melalui pengesahan dalam sidang paripurna DPR RI 18 Desember 2008. Implikasi UU KS ini amat luas. Pemerintah, DPR RI, DPD RI, instansi pemerintah terutama stake holder yang sudah menjadi mitra kerja Kementerian Sosial, dunia usaha, masyarakat terutama lembaga terkait dengan penyelenggaraan kesejahteraan sosial harus aktif mendukung dan bekerja sama lebih baik, lebih terbuka, agar implementasi dari UU KS ini di lapangan tidak terlalu terkendala, akan berjalan dengan baik, dalam arti pelayanan sosial bagi masyarakat terselenggara dengan sebaik mungkin.
Karena jika kita melihat kesejahteraan sosial pada dasarnya merupakan refleksi dari suatu kondisi yang diidealkan atau diimajinasikan oleh pemikir dan pemegang kebijakan sosial.
Implikasi UU KS terutama menyangkut penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan pekerja sosial profesional, amat berdampak luas.

Kita fokus pada awal tulisan ini tentang penganggaran yang perlu memperoleh perhatian dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dari segi anggaran penyelenggaraan kesejahteraan sosial perlu didukung oleh anggaran yang memadai. Sebab hingga kini masalah yang bersangkutan dengan manusia yang kehilangan fungsi sosialnya sehingga mereka perlu memperoleh pertolongan luar biasa banyak. Tetapi penanggulangannya tidak bisa terselenggara dengan baik. Berapa banyak orang miskin yang kesulitan pangan, sandang, perumahan layak, pendidikan, kesehatan serta kebutuhan dasar lain?? Berapa banyak orang yang mengalami psikotik yang telantar di jalan, dalam keluarga? Berapa banyak keluarga yang bermasalah dengan dampak kekerasan kepada anak atau anak-anak mereka yang tidak tertolong dengan tuntas? Berapa banyak lanjut usia telantar yang terlunta tanpa jaminan antara lain dari keluarga atau sanak lainnya, sebab bagaimana mereka mau membantu sedangkan mereka sendiri membutuhkan bantuan? Bagaimana anak jalanan bisa berkurang dan kembali ke keluarga atau mulai menapaki sekolah yang sempat terputus atau belum pernah mereka alami sejak usia sekolah? Bagaimana dengan pelayanan kepada para penyandang cacat atau difable? Bagaimana dengan pengentasan kemiskinan melalui Program Keluarga Harapan (PKH) yang jangkauannya belum meliputi 33 provinsi, padahal seyognya 33 provinsi memiliki keluarga miskin, dan mereka perlu masuk dalam kegiatan PKH.

Akibatnya mudah ditebak, kondisi kehidupan perorangan, keluarga, kelompok, masyarakat yang mengalami masalah tidak pernah dapat melaksanakan kehidupan mereka dengan baik.
Kita masygul juga, seakan tidak atau belum ada standar yang disepakai pemerintah dan DPR RI atas besarnya dana APBN untuk membiayai masalah kesejahteraan sosial. Berapa jumlah anggaran ideal dalam APBN setiap tahun untuk kesejahteraan sosial? Pemerintah dan DPR RI perlu terbuka hati untuk menetapkan standar yang ideal dengan landasan permasalahan sosial yang ada dalam masyarakat. Membandingkan dengan bidang pendidikan yang ditetapkan anggaran ideal setidaknya 20 persen dari APBN.

Tiga Elemen Dasar

Menurut pandangan Midgley (2005), kondisi kesejahteraan sosial mencerminkan tiga elemen dasar, yaitu :

1) ketika masyarakat dapat mengontrol dan mengatasi masalahnya;

2) jika masyarakat dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya untuk hidup layak;

3)jika masyarakat memiliki kesempatan untuk mengembangkan taraf hidup dan potensi yang dimilikinya.

Kehadiran UU KS merupakan perintah konstitusi agar setiap orang, keluarga dan masyarakat dapat memenuhi tiga elemen dasar ini. Maka pemerintah dan DPR RI seharusnya bertolak dari konstitusi untuk menggariskan kebijakan tentang anggaran. Sebab tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam hal ini lembaga yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial amat besar dan luas sebab terkait langsung memberikan pelayanan maksimal kepada perorangan dan kelompok tersebut agar terbentuklah kapabilitas sosial, agar mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya secara baik, tetapi sumber dari berbagai lembaga termasuk dimaksud amat terbatas.

Tanggungjawab pemerintah cq. Kementerian Sosial di sini adalah antara lain penjaminan tersedianya akses pelayanan sosial yang merata untuk semua warga negara. Pemerintah memberi perlindungan, rehabilitasi sosial, bantuan sosial, bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial. Pemerintah pun bertanggungjawab dalam pengalokasian anggaran pembangunan bidang penanggulangan kemiskinan, perlindungan dan kesejahteraan sosial. Sedangkan tanggungjawab masyarakat dalam hal ini lembaga masyarakat, lembaga usaha swasta antara lain melakukan pelayanan kesejahteraan sosial kepada perorangan, kelompok dan masyarakat yang selama ini telah mereka kerjakan sendiri maupun secara terpadu antara sesama lembaga swasta maupun terpadu dengan pemerintah. 

Tanggungjawab ini sekali lagi, harus didukung dengan anggaran memadai. Tanggungjawab ini tidak ringan, jika melihat kondisi keuangan pemerintah. Alokasi Alokasi APBN untuk sektor kesejahteraan rakyat yang besar, namun tidak dalam porsi memadai untuk sektor kesejahteraan sosial, karena alokasi terbesar masih belum berubah, tetap didominasi oleh sektor pendidikan dan sektor kesehatan. Upaya perbaikan dengan alokasi yang lebih adil perlu ditangani lebih serius di masa dekat ini oleh Menko Kesejahteraan Rakyat.

Hampir tiap tahun alokasi APBN untuk sub sektor kesejahteraan sosial cq Kementerian Sosial tetap bertengger pada posisi “papan bawah”. Implikasinya, walau UU KS sebagai sebuah perintah konstitusi untuk menyejahterakan rakyat, jangan terlalu berharap permasalahan kesejahteraan sosial tertanggulangi lebih baik, lebih merata, bisa memfungsikan para penyandang masalah kesejahteraan sosial secara lebih signifikan dengan andalan APBN.

Maka, masih sulit bagi pemerintah menanggulangi kemiskinan dari rumah tangga sasaran miskin (RTSM), walau penanganan kemiskinan tetap menjadi fokus utama pemerintah. Terutama makin berat ketika kemiskinan dihadapkan sebagai dampak resesi dunia, perubahan iklim, dengan dampak yang makin berat pada periode 2010 serta tahun mendatang.

Penanggulangan kemiskinan ibarat “terpukul” dua kali pada tahun 2008 lalu, yaitu melalui gejolak kenaikan harga minyak dunia, dan kini krisis keuangan global atau resesi dunia tetapi keluarga miskin tidak memperoleh luberan bantuan atau jaminan sosial ”dua kali”. Jika sebentar lagi tarif dasar listrik (TDL) naik pasti diikuti naiknya harga barang dan jasa, maka warga negara golongan bawah akan terasa dampak, dan terpukul jatuh, bisa-bisa terjerambab. Program setara seperti Raskin, program keluarga harapan (PKH) dana BOS, Jamkesmas, seharusnya merupakan andalan memberi jaminan agar daya tahan perorangan, keluara, kelompok, masyarakat vulnarable dimaksud tidak goyah apalagi akhirnya hidup mereka menjadi terkoyak-koyak.

Siapa pun akan meyakini implikasi UU KS mengalami tantangan amat berat dalam beberapa tahun ke depan, jika kondisi perekonomian dan keuangan negara masih belum baik secara signifikan. Kita berharap kepada tanggungjawab swasta dalam penyelenggara kegiatan kesejahteraan sosial, tetapi seberapa banyak kabilitas mereka dilihat dari kemampuan pembiayaan atau anggaran berada dalam posisi yang lebih rendah ketimbang pemerintah?
Sebagai contoh nyata dalam pelayanan panti sosial anak. Panti sosial asuhan anak milik pemerintah dan panti sosial asuhan anak milik swasta menyediakan makan 3 kali sehari walaupun kuantitas dan variasinya sering terbatas dan dibeberapa kasus tidak sesuai. Makanan umumnya lebih baik dalam hal kualitas dan kuantitasnya di panti asuhan milik pemerintah. Sedangkan di mayoritas panti asuhan milik masyarakat mengalokasikan dana yang kalau dipikir-pikir kita “miris”, karena masih ada panti swasta yang alokasinya kecil, rata-rata kurang dari Rp 5.000 per hari/anak.

Menurut hasil penelitian Save the Children, Unicef dan Departemen Sosial terhadap panti sosial asuhan anak di Indonesia tahun 2007, bahkan amat mengenaskan kondisi panti yang dikelola masyarakat, di mana satu panti asuhan di NTB mengalokasikan Rp 1.000/ hari/anak untuk anggaran makan, tidak termasuk beras. Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan, dan pemerintah yang bisa memberikan solusi membantu panti swasta yang terpuruk seperti ini.

Pekerja Sosial

Tulisan ini ingin menyampaikan salah satu elemen penting yang perlu dikaji selanjutnya tentang eksistensi serta pera elemen dimaksud, sebagai implikasi lain dari UU KS terkait tugas dan peran pekerja sosial (Social Worker) yang diharapkan berkontribusi lebih baik, lebih luas lagi.Banyak ladang tuaian untuk pekerja sosial, namun “penuai”, dalam hal ini pekerja sosial masih sedikit. Sebagai salah satu profesi di negeri ini yang memberi pertolongan kemanusiaan kepada rakyat kita kontribusi pekerja sosial amat signifikan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Penulis menyitir salah satu pendapat menarik yang pernah disampaikan terkait dengan pekerja sosial, di mana menurut DuBois dan Miley (2005:12), dalam garis besar ada empat tugas profesi pekerjaan sosial, yaitu:
  1. Meningkatkan kapasitas orang dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien. Dalam menjalankan peran ini, pekerja sosial mengidentifikasi hambatan-hambatan klien dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pekerja sosial juga menggali kekuatan-kekuatan yang ada pada diri klien guna mengembangkan solusi dan rencana pertolongan.
  2. Menggali dan menghubungkan sumber-sumber yang tersedia di sekitar klien. Beberapa tugas pekerja sosial yang terkait dengan peran ini antara lain a) membantu klien menjangkau sumber-sumber yang diperlukannya; b) mengembangkan program pelayanan sosial yang mampu memberikan manfaat optimal bagi klien; c)meningkatkan komunikasi di antara para petugas kemanusiaan; dan d) mengatasi hambatan-hambatan dalam proses pelayanan sosial bagi klien.
  3. Meningkatkan jaringan pelayanan sosial. Tujuan utama dari peran ini adalah untuk menjamin bahwa sistem kesejahteraan sosial berjalan secara manusiawi, sensitif terhadap kebutuhan warga setempat dan efektif dalam memberikan pelayanan sosial terhadap masyarakat
  4. Mempromosikan keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial. Dalam menjalankan peran ini pekerja sosial mengidentifikasi isu-isu sosial dan implikasinya bagi kehidpan masyarakat. Pekerja sosial membuat naskah kebijakan (policy paper) yang memuat rekomendasi-rekomendasi bagi pengembangan kebijakan baru maupun perbaikan atau pergantian kebijakan lama yang tidak berjalan efektif. Selain itu, dalam menjalankan peran ini, pekerja sosial juga bisa menterjemahkan berbagai kebijakan publik ke dalam program dan pelayanan sosial yang dibutuhkan klien.
         




















KEBIJAKAN SOSIAL DAN RELEVANSINYA TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN
oleh : Rakhmani

Pendahuluan
Beberapa definisi kebijakan sosial, yaitu :
a. Ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, (Suharto, 2007).
b. Kebijakan sosial merujuk pada apa yang dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program-program tunjangan sosial lainnya, (Bent, Watts, Dalton dan Smith dalam Suharto, 2007)
c. Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya, (Suharto, 2007).
d. Bentuk kebijakan sosial antara lain dikategorikan dalam 3 (tiga) macam, yaitu : Peraturan dan Perundang-undangan, Program Pelayanan Sosial, dan Sistem Perpajakan atau kesejahteran fiskal, (Suharto, 2007).
Jadi kebijakan sosial adalah :
· Berbagai ketetapan yang dibuat dan atau dilakukan pemerintah
· Fungsi kebijakan sosial adalah untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan);
· Tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan warga negara/warga masyarakat;
· Bentuk kebijakan sosial antara lain dikategorikan dalam 3 (tiga) macam, yaitu : Peraturan dan Perundang-undangan, Program Pelayanan Sosial, dan Sistem Perpajakan (kesejahteran fiskal);
· Wujud kewajiban negara (state obligation) untuk memenuhi hak-hak sosial warganya;

Uraian
Untuk sistematiknya pemahaman penjelasan relevansi kebijakan sosial terhadap upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia, dapat dilihat sebagaimana uraian berikut :
a. UUD 1945 merupakan landasan konstitusional kehidupan berbangsa dan bernegara dalam melakukan pembangunan nasional mengisi kemerdekaan;
b. Pemerintah (Presiden, Wakil Presiden dan kabinet serta jajaran dibawahnya) menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJJ) sesuai visi dan misinya (pada saat mencalonkan diri sebagai presiden/wakil presiden) yang kemudian dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) pembangunan, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin Sumber Daya Alam (SDA) yang ada (fisik/nonfisik), dengan didukung kualitas dan kompetensi aparatur (SDM) dan struktur kelembagaan yang dipunyai, baik di tingkat pusat hingga daerah (provinsi maupun kabupaten/kota);
c. Dewan Perwakilan Rakyat dengan hak-hak yang dimilikinya : (legislasi, penganggaran dan pengawasan) bersama-sama pemerintah mengeluarkan regulasi (kebijakan sosial) dalam hubungannya dengan penanggulangan kemiskinan. Kebijakan sosial tersebut ditetapkan melalui mekanisme politik memberikan payung hukum (legislasi) yang kuat terhadap kebijakan yang dikeluarkan, memberikan kepastian alokasi sumber pendanaan (pengganggaran) dan kontrol (pengawasan) pelaksanaan kebijakan dimaksud di tengah-tengah masyarakat;
e. Regulasi kebijakan sosial dimaksud bisa berupa pertama, sistem perpajakan, baik sebagai sumber pendanaan kebijakan sosial, maupun sebagai instrumen kebijakan yang bertujuan langsung mencapai distribusi pendapatan yang adil. Kedua, Peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum yang mendasari kebijakan sosial dimaksud sehingga sah, legal dan mengikat secara hukum seluruh komponen yang terlibat. Ketiga, Program Pelayanan Sosial, Kebijakan sosial diwujudkan dan diaplikasikan dalam bentuk pelayanan sosial yang berupa bantuan barang, tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial, bimbingan sosial, baik konseling, advokasi maupun pendampingan (Suharto, 2007);
f. Dalam hubungannya dengan penanggulangan kemiskinan maka ketiga instrumen dimaksud difungsikan secara terintegrasi, bersinergi dan saling mendukung sebagai satu kesatuan yang holistik. Kesatupaduan ketiga instrumen dimaksud juga dimaksudkan untuk mendukung efesiensi dan efektivitas program-program penanggulangan kemiskinan;
g. Beberapa program penanggulangan kemiskinan yang pernah dan sedang dilaksanakan di Indonesia antara lain : Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Kredit Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna dalam rangka Pengentasan Kemiskinan (KP-TTG-Taskin), Program Ekonomi Simpan Pinjam (UED-SP), Program Kredit Usaha Tani (KUT), Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS), Program Operasi Pasar Khusus (OPK-Beras), Program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE), Program Beasiswa dan Dana Biaya Operasional Pendidikan Dasar dan Menengah (JPS-Bidang Pendidikan, Program JPS-Bidang Kesehatan (Askeskin, Jamkesmas, dll), Program Padat Karya Perkotaan (PKP), Program Prakarsa Khusus Pengangguran Perempuan (PKPP), Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pembangunan Prasarana Subsidi Bahan Bakar Minyak (PPM-Prasarana Subsidi BBM), Program Dana Bergulir Subsidi Bahan Bakar Minyak untuk Usaha Kecil dan Menengah, Program Dana Tunai Subsidi Bahan Bakar Minyak (Prihatin, 2004). Program yang lain adalah : Program Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan USEP KM untuk meningkatkan usaha produktif bagi keluarga miskin, dan sebagainya (Sriharini, 2007);
h. Berbagai program penanggulangan kemiskinan sebagaimana tersebut diatas bertujuan akhir agar masyarakat miskin menjadi berdaya (empowered) dan menjadi mandiri serta sejahtera (well-being). Sejahtera dalam konsep kesejahteraan sendiri diartikan bukan hanya secara ekonomi (terjadinya peningkatan pendapatan) tetapi juga secara sosial, yang diindikasikan dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (pangan, sandang, perumahan), terjadinya peningkatan kualitas hidup, pendidikan, kesehatan, akses dan partisipasi politik, aktualisasi diri pada bidang sosial budaya, dan sebagainya;
i. Berbagai program penanggulangan kemiskinan tersebut juga merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam arti luas dengan tujuan untuk meningkatkan daya (power) dari orang-orang yang kurang beruntung (Ife, 1995), termasuk didalamnya orang miskin atau dalam persfektif yang lebih rinci sebagaimana dikemukakan Suharto (2005), pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentang dan lemah (termasuk orang miskin) sehingga mereka memiliki kekuatan dan kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom) dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan juga bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa yang mereka perlukan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka;
j. Konsep kesejahteraan sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sejahtera memiliki ciri aman, sentosa dan makmur ; selamat (terlepas dari segala macam gangguan, termasuk didalamnya gangguan terhadap kemiskinan, kemelaratan, kelaparan, dan sebagainya). Dengan demikian, kesejahteraan sosial merupakan keadaan masyarakat yang sejahtera Pengertian seperti ini menempatkan kesejahteraan sosial sebagai tujuan akhir dari suatu kegiatan pembangunan. (Lessy, 2007).
k. Berbagai kebijakan program dalam menanggulangi kemiskinan dimaksud kemudian dianalisis secara deskriptif dan faktual tentang sebab-sebab dan akibat-akibat dari kebijakan dimaksud (Dunn, 1991) atau dinilai (assesmen) secara terencana, sistematis dan akurat mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial, baik sebelum maupun sesudah kebijakan itu diimplementasikan (Suharto, 2005). Kajian analisis tersebut bisa juga berupa evaluasi komprehensif oleh pemerintah (baik di level Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Pemerintah Pusat), terhadap berbagai keberhasilan menjadi catatan positif agar berbagai kebijakan tersebut dipertahankan dan ditingkatkan sementara kegagalan/hambatan menjadi masukan positif bagi upaya perbaikan dan penyempurnaan berbagai program dimaksud untuk masa yang akan datang (feed back);
l. Untuk perbaikan, penyempurnaan dan peningkatan berbagai program penanggulangan kemiskinan tersebut, pemerintah juga melakukan penjaringan aspirasi kepada masyarakat miskin secara terstruktur formal berjenjang melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), dimulai level desa, Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Pemerintah Pusat. Model ini kemudian melahirkan pembangunan yang berpendekatan partisipatif dan aspiratif (bottom-up), sehingga suara-suara masyarakat miskin terakomodasi dalam kebijakan-kebijakan sosial selanjutnya;
m. Hal yang sama dilakukan kalangan legislatif (DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD Pusat), melalui penjaringan aspirasi kepada konstituennya (khususnya kalangan masyarakat miskin) untuk penyusunan regulasi kebijakan sosial baru (perbaikan atau penyempurnaan) di masa yang akan datang;
n. Proses sebagaimana tersebut diatas melahirkan suatu siklus yang terus menerus berlangsung dalam kerangka penanggulangan kemiskinan agar mampu mewujudkan keberdayaan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sebagai sebuah siklus maka kebijakan sosial dengan berbagai program-programnya akan senantiasa lahir, diperbaiki, dikembangkan, ditingkatkan dan disempurnakan hingga benar-benar melahirkan masyarakat (miskin) yang berdaya, mandiri dan sejahtera.

Kesimpulan
Dengan melihat kerangka pikir dan argumentasi-argumentasi yang dibangun maka dapat disimpulkan bahwa terdapat relevansi antara kebijakan sosial dengan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Tanpa kebijakan sosial yang tepat, efektif dan efesien maka penanggulangan kemiskinan tidak akan berhasil mencapai tujuan-tujuannya, dan itu artinya pula bahwa keberhasilan penanggulangan kemiskinan pada akhirnya akan melahirkan terwujudnya keberdayaan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Dunn, William N. 1981.
Public Policy Analysis : An Introduction. Prentice Hall, New Jersey.
Ife, Jim. 1995.
Community Development : Creating Community Vision, Analysis and Practice. Longman Australia Pty.Limited, Melbourne.
Lessy, Zulkipli. 2007.
Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Sosial dalam Islam, Peran Pekerja Sosial dalam Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Sosial, dalam Model-Model Kesejahteraan Sosial Islam (Perspektif Normatif Filosofis dan Praktis). Penerbit Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Prihatin, Juni. S. 2004.
Strategi Pengentasan Kemiskinan, dalam Agnes Sunartiningsi (ed), Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui Institusi Lokal. Aditya Media, Yogyakarta.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Naional. 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.
Sriharini. 2007.
Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin dalam Model-Model Kesejahteraan Sosial Islam (Persfektif Normatif Filosofis dan Praktis). Penerbit Fakultas Dakwah Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarya.
Suharto, Edi. 2005.
Membangun Masyarakat Memberdayakan Umat. Refika Aditama, Bandung.
__________.2005.
Analisis Kebijakan Publik, Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. ed.revisi. Penerbit Alfabeta, Bandung.
__________. 2007.
Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Posted by rakhmani at 18.39