Oleh : Abraham Fanggidae
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan Sosial selanjutnya disingkat UU KS, telah lahir melalui
pengesahan dalam sidang paripurna DPR RI 18 Desember 2008. Implikasi UU KS ini
amat luas. Pemerintah, DPR RI, DPD RI, instansi pemerintah terutama stake
holder yang sudah menjadi mitra kerja Kementerian Sosial, dunia usaha,
masyarakat terutama lembaga terkait dengan penyelenggaraan kesejahteraan sosial
harus aktif mendukung dan bekerja sama lebih baik, lebih terbuka, agar
implementasi dari UU KS ini di lapangan tidak terlalu terkendala, akan berjalan
dengan baik, dalam arti pelayanan sosial bagi masyarakat terselenggara dengan
sebaik mungkin.
Karena jika kita melihat kesejahteraan sosial pada dasarnya
merupakan refleksi dari suatu kondisi yang diidealkan atau diimajinasikan oleh
pemikir dan pemegang kebijakan sosial.
Implikasi UU KS terutama menyangkut
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan pekerja sosial profesional,
amat berdampak luas.
Kita fokus pada awal tulisan ini
tentang penganggaran yang perlu memperoleh perhatian dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Dari segi anggaran penyelenggaraan kesejahteraan sosial
perlu didukung oleh anggaran yang memadai. Sebab hingga kini masalah yang
bersangkutan dengan manusia yang kehilangan fungsi sosialnya sehingga mereka
perlu memperoleh pertolongan luar biasa banyak. Tetapi penanggulangannya tidak
bisa terselenggara dengan baik. Berapa banyak orang miskin yang kesulitan
pangan, sandang, perumahan layak, pendidikan, kesehatan serta kebutuhan dasar
lain?? Berapa banyak orang yang mengalami psikotik yang telantar di jalan,
dalam keluarga? Berapa banyak keluarga yang bermasalah dengan dampak kekerasan
kepada anak atau anak-anak mereka yang tidak tertolong dengan
tuntas? Berapa banyak lanjut usia telantar yang terlunta tanpa jaminan
antara lain dari keluarga atau sanak lainnya, sebab bagaimana mereka mau
membantu sedangkan mereka sendiri membutuhkan bantuan? Bagaimana anak jalanan
bisa berkurang dan kembali ke keluarga atau mulai menapaki sekolah yang sempat
terputus atau belum pernah mereka alami sejak usia sekolah? Bagaimana dengan
pelayanan kepada para penyandang cacat atau difable? Bagaimana dengan
pengentasan kemiskinan melalui Program Keluarga Harapan (PKH) yang jangkauannya
belum meliputi 33 provinsi, padahal seyognya 33 provinsi memiliki keluarga
miskin, dan mereka perlu masuk dalam kegiatan PKH.
Akibatnya mudah ditebak, kondisi
kehidupan perorangan, keluarga, kelompok, masyarakat yang mengalami masalah
tidak pernah dapat melaksanakan kehidupan mereka dengan baik.
Kita masygul juga, seakan tidak atau
belum ada standar yang disepakai pemerintah dan DPR RI atas besarnya dana APBN
untuk membiayai masalah kesejahteraan sosial. Berapa jumlah anggaran ideal
dalam APBN setiap tahun untuk kesejahteraan sosial? Pemerintah dan DPR RI perlu
terbuka hati untuk menetapkan standar yang ideal dengan landasan permasalahan
sosial yang ada dalam masyarakat. Membandingkan dengan bidang pendidikan yang
ditetapkan anggaran ideal setidaknya 20 persen dari APBN.
Tiga Elemen Dasar
Menurut pandangan Midgley (2005),
kondisi kesejahteraan sosial mencerminkan tiga elemen dasar, yaitu :
1) ketika masyarakat dapat
mengontrol dan mengatasi masalahnya;
2) jika masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokoknya untuk hidup layak;
3)jika masyarakat memiliki
kesempatan untuk mengembangkan taraf hidup dan potensi yang dimilikinya.
Kehadiran UU KS merupakan perintah
konstitusi agar setiap orang, keluarga dan masyarakat dapat memenuhi tiga
elemen dasar ini. Maka pemerintah dan DPR RI seharusnya bertolak dari
konstitusi untuk menggariskan kebijakan tentang anggaran. Sebab tanggung jawab
pemerintah dan masyarakat dalam hal ini lembaga yang bergerak di bidang
kesejahteraan sosial amat besar dan luas sebab terkait langsung memberikan
pelayanan maksimal kepada perorangan dan kelompok tersebut agar terbentuklah
kapabilitas sosial, agar mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya
secara baik, tetapi sumber dari berbagai lembaga termasuk dimaksud amat
terbatas.
Tanggungjawab pemerintah cq.
Kementerian Sosial di sini adalah antara lain penjaminan tersedianya akses
pelayanan sosial yang merata untuk semua warga negara. Pemerintah memberi
perlindungan, rehabilitasi sosial, bantuan sosial, bantuan dan jaminan kesejahteraan
sosial. Pemerintah pun bertanggungjawab dalam pengalokasian anggaran
pembangunan bidang penanggulangan kemiskinan, perlindungan dan kesejahteraan
sosial. Sedangkan tanggungjawab masyarakat dalam hal ini lembaga masyarakat,
lembaga usaha swasta antara lain melakukan pelayanan kesejahteraan sosial
kepada perorangan, kelompok dan masyarakat yang selama ini telah mereka
kerjakan sendiri maupun secara terpadu antara sesama lembaga swasta maupun
terpadu dengan pemerintah.
Tanggungjawab ini sekali lagi, harus
didukung dengan anggaran memadai. Tanggungjawab ini tidak ringan, jika melihat
kondisi keuangan pemerintah. Alokasi Alokasi APBN untuk sektor kesejahteraan
rakyat yang besar, namun tidak dalam porsi memadai untuk sektor kesejahteraan
sosial, karena alokasi terbesar masih belum berubah, tetap didominasi oleh
sektor pendidikan dan sektor kesehatan. Upaya perbaikan dengan alokasi yang
lebih adil perlu ditangani lebih serius di masa dekat ini oleh Menko
Kesejahteraan Rakyat.
Hampir tiap tahun alokasi APBN untuk
sub sektor kesejahteraan sosial cq Kementerian Sosial tetap bertengger pada
posisi “papan bawah”. Implikasinya, walau UU KS sebagai sebuah perintah
konstitusi untuk menyejahterakan rakyat, jangan terlalu berharap permasalahan
kesejahteraan sosial tertanggulangi lebih baik, lebih merata, bisa memfungsikan
para penyandang masalah kesejahteraan sosial secara lebih signifikan dengan
andalan APBN.
Maka, masih sulit bagi pemerintah
menanggulangi kemiskinan dari rumah tangga sasaran miskin (RTSM), walau
penanganan kemiskinan tetap menjadi fokus utama pemerintah. Terutama makin
berat ketika kemiskinan dihadapkan sebagai dampak resesi dunia, perubahan
iklim, dengan dampak yang makin berat pada periode 2010 serta tahun mendatang.
Penanggulangan kemiskinan ibarat
“terpukul” dua kali pada tahun 2008 lalu, yaitu melalui gejolak kenaikan harga
minyak dunia, dan kini krisis keuangan global atau resesi dunia tetapi keluarga
miskin tidak memperoleh luberan bantuan atau jaminan sosial ”dua kali”. Jika
sebentar lagi tarif dasar listrik (TDL) naik pasti diikuti naiknya harga barang
dan jasa, maka warga negara golongan bawah akan terasa dampak, dan terpukul
jatuh, bisa-bisa terjerambab. Program setara seperti Raskin, program keluarga
harapan (PKH) dana BOS, Jamkesmas, seharusnya merupakan andalan memberi jaminan
agar daya tahan perorangan, keluara, kelompok, masyarakat vulnarable dimaksud
tidak goyah apalagi akhirnya hidup mereka menjadi terkoyak-koyak.
Siapa pun akan meyakini implikasi UU
KS mengalami tantangan amat berat dalam beberapa tahun ke depan, jika kondisi
perekonomian dan keuangan negara masih belum baik secara signifikan. Kita
berharap kepada tanggungjawab swasta dalam penyelenggara kegiatan kesejahteraan
sosial, tetapi seberapa banyak kabilitas mereka dilihat dari kemampuan
pembiayaan atau anggaran berada dalam posisi yang lebih rendah ketimbang
pemerintah?
Sebagai contoh nyata dalam pelayanan
panti sosial anak. Panti sosial asuhan anak milik pemerintah dan panti sosial
asuhan anak milik swasta menyediakan makan 3 kali sehari walaupun kuantitas dan
variasinya sering terbatas dan dibeberapa kasus tidak sesuai. Makanan umumnya
lebih baik dalam hal kualitas dan kuantitasnya di panti asuhan milik
pemerintah. Sedangkan di mayoritas panti asuhan milik masyarakat mengalokasikan
dana yang kalau dipikir-pikir kita “miris”, karena masih ada panti swasta yang
alokasinya kecil, rata-rata kurang dari Rp 5.000 per hari/anak.
Menurut hasil penelitian Save the
Children, Unicef dan Departemen Sosial terhadap panti sosial asuhan anak di
Indonesia tahun 2007, bahkan amat mengenaskan kondisi panti yang dikelola
masyarakat, di mana satu panti asuhan di NTB mengalokasikan Rp 1.000/ hari/anak
untuk anggaran makan, tidak termasuk beras. Kondisi seperti ini tidak bisa
dibiarkan, dan pemerintah yang bisa memberikan solusi membantu panti swasta
yang terpuruk seperti ini.
Pekerja Sosial
Tulisan ini ingin menyampaikan salah
satu elemen penting yang perlu dikaji selanjutnya tentang eksistensi serta pera
elemen dimaksud, sebagai implikasi lain dari UU KS terkait tugas dan peran
pekerja sosial (Social Worker) yang diharapkan berkontribusi lebih baik,
lebih luas lagi.Banyak ladang tuaian untuk pekerja sosial, namun “penuai”,
dalam hal ini pekerja sosial masih sedikit. Sebagai salah satu profesi di
negeri ini yang memberi pertolongan kemanusiaan kepada rakyat kita
kontribusi pekerja sosial amat signifikan dalam penyelenggaraan kesejahteraan
sosial.
Penulis menyitir salah satu pendapat
menarik yang pernah disampaikan terkait dengan pekerja sosial, di mana menurut
DuBois dan Miley (2005:12), dalam garis besar ada empat tugas profesi pekerjaan
sosial, yaitu:
- Meningkatkan kapasitas orang dalam mengatasi masalah
yang dihadapi klien. Dalam menjalankan peran ini, pekerja sosial
mengidentifikasi hambatan-hambatan klien dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya. Pekerja sosial juga menggali kekuatan-kekuatan yang ada pada
diri klien guna mengembangkan solusi dan rencana pertolongan.
- Menggali dan menghubungkan sumber-sumber yang tersedia
di sekitar klien. Beberapa tugas pekerja sosial yang terkait dengan peran
ini antara lain a) membantu klien menjangkau sumber-sumber yang
diperlukannya; b) mengembangkan program pelayanan sosial yang mampu
memberikan manfaat optimal bagi klien; c)meningkatkan komunikasi di antara
para petugas kemanusiaan; dan d) mengatasi hambatan-hambatan dalam proses
pelayanan sosial bagi klien.
- Meningkatkan jaringan pelayanan sosial. Tujuan utama
dari peran ini adalah untuk menjamin bahwa sistem kesejahteraan sosial
berjalan secara manusiawi, sensitif terhadap kebutuhan warga setempat
dan efektif dalam memberikan pelayanan sosial terhadap masyarakat
- Mempromosikan keadilan sosial melalui pengembangan
kebijakan sosial. Dalam menjalankan peran ini pekerja sosial
mengidentifikasi isu-isu sosial dan implikasinya bagi kehidpan masyarakat.
Pekerja sosial membuat naskah kebijakan (policy paper) yang memuat
rekomendasi-rekomendasi bagi pengembangan kebijakan baru maupun
perbaikan atau pergantian kebijakan lama yang tidak berjalan efektif. Selain
itu, dalam menjalankan peran ini, pekerja sosial juga bisa
menterjemahkan berbagai kebijakan publik ke dalam program dan
pelayanan sosial yang dibutuhkan klien.
Penulis adalah Widyaiswara Utama Pusdiklat Kesejahteraan Sosial, Jakarta
Pengertian Penduduk
Penduduk dikonotasikan sebagai orang atau orang-orang
yang mendiami suatu tempat, kampung, wilayah atau negeri, dan merupakan aset
pembangunan atau sering disebut sumber daya manusia (SDA).
Penambahan penduduk yang cepat menyebabkan tingkat
kepadatan penduduk menjadi tinggi. Kepadatan penduduk dapat dihitung
berdasarkan jumlah penduduk untuk setiap satu kilometer persegi. Cara
menghitungnya adalah dengan membandingkan jumlah penduduk di suatu daerah
dengan luas daerah yang ditempati.
B.
Dampak kepadatan penduduk terhadap lingkungan
Peningkatan
populasi manusia atau meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan tingkat
kepadatan semakin tinggi .Pada sisi lain ,luas tanah atau lahan tidak
bertambah.Kepadatan penduduk dapat mengakibatkan tanah pertanian semakin
berkurang karena digunakan untuk pemukiman penduduk.
Setiap
makluk hidup membutuhkan oksigen untuk pernapasan .Demikian pula manusia
sebagai makluk hidup juga membutuhkan oksigen untuk kehidupanya.Manusia
memperoleh oksigen yang dibutuhkan melalui udara bersih .Udara bersih
berati udara yang tidak tercemar,sehingga huyakitas udara terjaga dengan
baik.Dengan udara yang bersih akan diperoleh pernapasan yang sehat.
c.
Kerusakan Lingkungan
Setiap
tahun, hutan dibuka untuk kepentingan hidup manusia seperi untuk dijadikan
lahan pertanian atau pemukiman .Para ahli lingkungan memperkirakan lebih dari
70% hutan di dunia yang alami telah ditebang atau rusak parah
.Menigkatnya jumlah penduduk akan diiringi pula dengan meningkatnya
penggunaan sumber alam hayati. Adanya pembukaan hutan secara
liar untuk dijadikan tanah pertaniaan atau untuk
mencari hasil hutan sebagai mata pencaharian penduduk akan merusak
ekosistem hutan.
Air
merupakan kebutuhan mutlak makhluk hidup .Akan tetapi,air yang dibutuhkan
manusia sebagai mkhluk hidup adalah air bersih. Air bersih digunakan untuk
kebutuhan penduduk atau rumah tangga sehari-hari. Bersih merupakan air
yang memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat fisika ,kimia ,dan
biologi. Syarat kimia yaitu air yang tidak mengandung zat-zat kimia yang
membahayakan kesehatan manusia. Syarat
fisika yaitu air tetap jernih (tidak brubah warna), tidak ada rasa, dan
tidak berbau. Syarat biologi yaitu air tidak mengandung mikrooganisme atau
kuman-kuman penyakit.
Manusia
sebagai mahkluk hidup membutuhan makanan. Dengan bertambahnya
jumlah populasi manusia atau penduduk, maka jumlah kebutuhan
makanan yang diperlukan juga semakin banyak. Bila hal ini tidak diimbangi
dengan peningkatan produksi pangan, maka dapat terjadi kekurangan
makanan .Akan tetapi,biasanya laju pertambahan penduduk lebih cepat daripada
kenaikan produksi pangan makanan. Ketidakseimbangan antara
bertambahnya penduduk dengan bertambahnya produksi pangan
sangat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Akibatnya, penduduk dapat
kekurangan gizi atau pangan. Kekurangan gizi menyebabkan daya tahan tubuh
seseorang terhadap suatu penyakit
rendah, sehingga mudah terjangkit penyakit.
f.
Pencemaran air
Disebabkan oleh
limbah rumah tangga dan limbah industri.
C.
Solusi Mengatasi Masalah Kepadatan Penduduk
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya
pertumbuhan penduduk :
1.
Menggalakkan program KB atau Keluarga Berencana untuk
membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan masal, sehingga akan
mengurangi jumlah angka kelahiran.
2.
Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah
angka kelahiran yang tinggi.
Cara-cara yang dapat
dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk :
1.
Penambahan dan penciptaan lapangan kerja
Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka
diharapkan hilangnya kepercayaan banyak anak banyak rejeki. Di samping itu pula
diharapkan akan meningkatkan tingkat pendidikan yang akan merubah pola pikir
dalam bidang kependudukan.
2.
Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
Dengan semakin sadar akan dampak dan efek dari laju
pertumbuhan yang tidak terkontrol, maka diharapkan masyarakat umum secara
sukarela turut mensukseskan gerakan keluarga berencana.
3.
Mengurangi kepadatan penduduk dengan program
transmigrasi
Dengan menyebar penduduk pada daerah-daerah yang
memiliki kepadatan penduduk rendah diharapkan mampu menekan laju pengangguran
akibat tidak sepadan antara jumlah penduduk dengan jumlah lapangan pekerjaan
yang tersedia.
4.
Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan
Hal
ini untuk mengimbangi jangan sampai persediaan bahan pangan tidak diikuti
dengan laju pertumbuhan. Setiap daerah diharapkan mengusahakan swasembada
pangan agar tidak ketergantungan dengan daerah lainnya.
Permasalahan Penduduk (Kuantitas dan Kualitas) : Pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan
permasalahan kependudukannya. Suatu pembangunan dapat berhasil jika didukung
oleh subjek pembangunan, yakni penduduk yang memiliki kualitas dan kuantitas
yang memadai.
1. Permasalahan kuantitas penduduk di Indonesia :
Jumlah penduduk Indonesia : Besarnya
sumber daya manusia Indonesia dapat di lihat dari jumlah penduduk yang ada.
Jumlah penduduk di Indonesia berada pada urutan keempat terbesar setelah Cina,
India, dan Amerika Serikat.
Pertumbuhan Penduduk Indonesia : Peningkatan penduduk dinamakan pertumbuhan penduduk.
Angka pertumbuhan penduduk Indonesia Lebih kecil dibandingkan Laos, Brunei, dan
Filipina.
Kepadatan penduduk Indonesia : Kepadatan penduduk merupakan perbandingan jumlah
penduduk terhadap luas wilayah yang dihuni. Ukuran yang digunakan biasanya
adalah jumlsh penduduk setiap satu km2 atau setiap 1mil2.
permasalahan dalam kepadatan penduduk adalah persebarannya yang tidak merata. Kondisi demikian menimbulkan
banyak permasalahan, misalnya pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, pemukiman
kumuh dsb.
Susunan penduduk Indonesia : sejak sensesus penduduk tahun 1961, piramida penduduk
Indonesia berbentuk limas atau ekspansif. Artinya pada periode tersebut,
jumlah penduduk usia muda lebih banyak daripada penduduk usia tua. Susunan penduduk yang seperti itu
memberikan konsekuensi terhadap hal-hal berikut.
Penyediaan fasilitas kesehatan.
Penyediaan fasilitas pendidikan
bagi anak usia sekolah
Penyediaan lapangan pekerjaan
bagi penduduk kerja
Penyediaan fasilitas social
lainnya yang mendukung perkembangan penduduk usia muda.
Upaya-upaya
Pemecahan Permasalahan Kuantitas Penduduk Indonesia : Upaya pemerintah mengatasi
permasalahan kuantitas penduduk antara lain, dengan pengendalian jumlah dan
pertumbuhan penduduk serta pemerataan persebaran penduduk.
a. Pengendalian jumlah danpertumbuhan penduduk : Dilakukan dengan cara
menekan angka kelahiran melalui pembatasan jumlah kelahiran, menunda usia
perkawinan muda, dan meningkatkan pendidikan.
b. Pemerataan Persebaran Penduduk : Dilakukan dengan cara transmigrasi dan
pembangunan industri di wilayah yang jarang penduduknya. Untuk mencegah migrasi
penduduk dari desa kekota, pemerintah mengupayakan berbagai program berupa
pemerataan pembangunan hingga ke pelosok, perbaikan sarana dan prasarana
pedesaan, dan pemberdayaan ekonomi di pedesaan.
2. Permasalahan
Kualitas Penduduk di Indonesia
¨ Tingkat Kesehatan : Kondisi kesehatan di Indonesia masih
belum ada kemajuan. Dibandingkan dengan Negara yang lain Indonesia masih
tertinggal jauh. Kondisi demikian terjadi karena masih rendahnya pelayanan
kesehatan. Pelayanan kesehatan yang ada masih belum memenuhi kebutuhan seluruh
penduduk.
¨ Tingkat pendidikan : Merupakan
modal pembangunan yang penting disamping kesehatan. Kemajuan pendidikan di
Indonesia dapat dilihat dari lama sekolah dan tingkat melek huruf penduduk.
· Lama Sekolah: lama sekolah
seseorang dapat menunjukan tingkat pendidikannya. Lama sekolah penduduk
Indonesia masih tergolong rendah. Artinya, tingkat pendidikan masyarakat
Indonesia rata-rata masih berada pada taraf pendidikan dasar.
· Tingkat melek huruf : seseorang dikatakan melek huruf
jika orang tersebut dapat membaca atau tidak buta huruf. Kemajuan tingkat melek huruf di Indonesia tergolong
pesat.
¨ Tingkat Pendapatan per Kapita (Percapita
Income=PcI): adalah rata-rata pendapatan penduduk suatu Negara dalam satu
tahun. Pendapatan perkapita secara umum menggambarkan kemakmuran suatu Negara.
o Dampak PermasalahanPenduduk Terhadap
Pembangunan : Permasalahan
kependudukan membawa dampak bagi pembangunan di Indonesia. Dampak-dampak
tersebut dapat dilihat dibawah ini :
[ Ketidakmerataan
penduduk menyebabkan tidak meratanya pembangunan ekonomi di seluruh wilayah
Indonesia. Hal ini menyebabkan masih terdapatnya daerah tertinggal, terutama
daerah-daerah pedalaman yang jauh dari pusat kota.
[ Ledakan penduduk
akibat angka kelahiran yang tinggi menyebabkan semakin tingginya kebutuhan
penduduk akan perumahan, bahan pangan, dan kebutuhan tersier lainnya.
[ Ledakan penduduk juga
mengakibakan angka beban ketergantungan menjadi lebih tinggi. Hal ini disebabkan angka usia non produktif lebih
besar daripada usia produktif.
[ Arus urbanisasi
yang tidak diimbangi dengan pendidikan dan ketrampilan yang cukup menimbulkan
masalah pengangguran, kriminalitas, prostitusi, munculnya daerah kumuh, dan
kemiskinan di daerah perkotaan. Hal tersebut dapat menghambat pembangunan, baik
di daerah pedesaan (daerah asal) maupun daerah perkotaan (tujuan)
[ Timbulnya berbagai
masalah kerusakan lingkungan akibat pertambahan penduduk manusia.
[ Masalah kemacetan
lalu lintas dapat mengurangi arus mobilitas penduduk, barang, dan jasa yang
akan berakibat pada terhambatnya perkembangan ekonomi penduduk.
Permasalahan Kuantitas Penduduk dan Dampaknya dalam Pembangunan
Jumlah penduduk yang
besar berdampak langsung terhadap pembangunan berupa tersedianya tenaga kerja
yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan. Akan tetapi kuantitas
penduduk tersebut juga memicu munculnya permasalahan yang berdampak terhadap
pembangunan. Permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya:
- Pesatnya pertumbuhan penduduk
yang tidak diimbangi dengan kemampuan produksi menyebabkan tingginya beban
pembangunan berkaitan dengan penyediaan pangan, sandang, dan papan.
- Kepadatan penduduk yang tidak
merata menyebabkan pembangunan hanya terpusat pada daerah-daerah tertentu
yang padat penduduknya saja. Hal ini menyebabkan hasil pembangunan tidak
bisa dinikmati secara merata, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial antara
daerah yang padat dan daerah yang jarang penduduknya.
- Tingginya angka urbanisasi
menyebabkan munculnya kawasan kumuh di kota-kota besar, sehingga
menimbulkan kesenjangan sosial antara kelompok kaya dan kelompok miskin
kota.
- Pesatnya pertumbuhan penduduk
yang tidak seimbang dengan volume pekerjaan menyebabkan terjadinya
pengangguran yang berdampak pada kerawanan sosial.
Permasalahan Kualitas
Penduduk dan Dampaknya terhadap Pembangunan
Berbagai permasalahan
yang berkaitan dengan kualitas penduduk dan dampaknya terhadap pembangunan
adalah sebagai berikut:
# Masalah tingkat
pendidikan
Keadaan penduduk di
negara-negara yang sedang berkembang tingkat pendidikannya relatif lebih rendah
dibandingkan penduduk di negara-negara maju, demikian juga dengan tingkat
pendidikan penduduk Indonesia.Rendahnya tingkat pendidikan penduduk Indonesia
disebabkan oleh:
- Tingkat kesadaran masyarakat
untuk bersekolah rendah.
- Besarnya anak usia sekolah yang
tidak seimbang dengan penyediaan sarana pendidikan.
- Pendapatan perkapita penduduk
di Indonesia rendah.
Dampak yang
ditimbulkan dari rendahnya tingkat pendidikan terhadap pembangunan adalah:
- Rendahnya penguasaan teknologi
maju, sehingga harus mendatangkan tenaga ahli dari negara maju. Keadaan
ini sungguh ironis, di mana keadaan jumlah penduduk Indonesia besar,
tetapi tidak mampu mencukupi kebutuhan tenaga ahli yang sangat diperlukan
dalam pembangunan.
- Rendahnya tingkat pendidikan
mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima hal-hal yang baru. Hal ini
nampak dengan ketidakmampuan masyarakat merawat hasil pembangunan secara
benar, sehingga banyak fasilitas umum yang rusak karena ketidakmampuan
masyarakat memperlakukan secara tepat. Kenyataan seperti ini apabila terus
dibiarkan akan menghambat jalannya pembangunan. Oleh karena itu,
pemerintah mengambil beberapa kebijakan yang dapat meningkatkan mutu
pendidikan masyarakat.
Usaha-usaha tersebut
di antaranya:
- Pencanangan wajib belajar 9
tahun.
- Mengadakan proyek belajar jarak
jauh seperti SMP Terbuka dan Universitas Terbuka.
- Meningkatkan sarana dan
prasarana pendidikan (gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, dan
lain-lain).
- Meningkatkan mutu guru melalui
penataran-penataran.
- Menyempurnakan kurikulum sesuai
perkembangan zaman.
- Mencanangkan gerakan orang tua
asuh.
- Memberikan beasiswa bagi siswa
yang berprestasi.
# Masalah kesehatan
Tingkat kesehatan
suatu negara umumnya dilihat dari besar kecilnya angka kematian, karena
kematian erat kaitannya dengan kualitas kesehatan.
Kualitas kesehatan
yang rendah umumnya disebabkan:
- Kurangnya sarana dan pelayanan
kesehatan.
- Kurangnya air bersih untuk
kebutuhan sehari-hari.
- Kurangnya pengetahuan tentang
kesehatan.
- Gizi yang rendah.
- Penyakit menular.
- Lingkungan yang tidak sehat
(lingkungan kumuh).
Dampak rendahnya
tingkat kesehatan terhadap pembangunan adalah terhambatnya pembangunan fisik
karena perhatian tercurah pada perbaikan kesehatan yang lebih utama karena
menyangkut jiwa manusia. Selain itu, jika tingkat kesehatan manusia sebagai
objek dan subjek pembangunan rendah, maka dalam melakukan apa pun khususnya
pada saat bekerja, hasilnya pun akan tidak optimal.
Untuk menanggulangi
masalah kesehatan ini, pemerintah mengambil beberapa tindakan untuk
meningkatkan mutu kesehatan masyarakat, sehingga dapat mendukung lancarnya
pelaksanaan pembangunan. Upaya-upaya tersebut di antarnya:
- Mengadakan perbaikan gizi
masyarakat.
- Pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular.
- Penyediaan air bersih dan
sanitasi lingkungan.
- Membangun sarana-sarana
kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit, dan lain-lain.
- Mengadakan program pengadaan
dan pengawasan obat dan makanan.
- Mengadakan penyuluhan tentang
kesehatan gizi dan kebersihan lingkungan.
# Masalah tingkat
penghasilan/pendapatan
Tingkat
penghasilan/pendapatan suatu negara biasanya diukur dari pendapatan per kapita,
yaitu jumlah pendapatan rata-rata penduduk dalam suatu negara.
Negara-negara
berkembang umumnya mempunyai pendapatan per kapita rendah, hal ini disebabkan
oleh:
- Pendidikan masyarakat rendah,
tidak banyak tenaga ahli, dan lain-lain.
- Jumlah penduduk banyak.
- Besarnya angka ketergantungan.
Adapun dampak
rendahnya tingkat pendapatan penduduk terhadap pembangunan adalah:
- Rendahnya daya beli masyarakat
menyebabkan pembangunan bidang ekonomi kurang berkembang baik.
- Tingkat kesejahteraan
masyarakat rendah menyebabkan hasil pembangunan hanya banyak dinikmati
kelompok masyarakat kelas sosial menengah ke atas.
Untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat (kesejahteraan masyarakat), sehingga dapat mendukung
lancarnya pelaksanaan pembangunan pemerintah melakukan upaya dalam bentuk:
- Menekan laju pertumbuhan
penduduk.
- Merangsang kemauan
berwiraswasta.
- Menggiatkan usaha kerajinan
rumah tangga/industrialisasi.
- Memperluas kesempatan kerja.
- Meningkatkan GNP dengan cara
meningkatkan barang dan jasa.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa penduduk
merupakan orang-orang yang menduduki suatu tempat, wilayah atau Negara.
Penambahan penduduk yang cepat menyebabkan tingkat kepadatan penduduk menjadi
tinggi. Dampak kepadatan penduduk terhadap lingkungan antara lain:
c. Kerusakan Lingkungan
d. Kebutuhan air bersih
e. Kekurangan makanan, dan
f.
Pencemaran lingkungan
Adapun
hal-hal yang perlu dilakukan untuk menekan pesatnya pertumbuhan penduduk adalah:
ü Menggalakkan program KB (Keluarga Berencana)
ü Menunda masa perkawinan agar dapat mengurangi jumlah
angka kelahiran yang tinggi
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengimbangi
pertambahan jumlah penduduk antara lain:
· Penambahan dan penciptaan lapangan kerja
· Meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan
· Mengurangi kepadatan penduduk dengan program
transmigrasi
· Meningkatkan produksi dan pencarian sumber makanan
B.
Kritik
dan Saran
Demikiankah makalah yang dapat penulis sampaikan.
Sebagai pemakalah kami menyadari banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Mohon
maaf apabila ada kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Implikasi
UU Kesejahteraan Sosial ”
Oleh : Abraham Fanggidae
|
|
KEBIJAKAN
SOSIAL DAN RELEVANSINYA TERHADAP UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN
oleh : Rakhmani
Pendahuluan
Beberapa definisi kebijakan sosial, yaitu :
a. Ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, (Suharto, 2007).
b. Kebijakan sosial merujuk pada apa yang dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program-program tunjangan sosial lainnya, (Bent, Watts, Dalton dan Smith dalam Suharto, 2007)
c. Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya, (Suharto, 2007).
d. Bentuk kebijakan sosial antara lain dikategorikan dalam 3 (tiga) macam, yaitu : Peraturan dan Perundang-undangan, Program Pelayanan Sosial, dan Sistem Perpajakan atau kesejahteran fiskal, (Suharto, 2007).
Jadi kebijakan sosial adalah :
· Berbagai ketetapan yang dibuat dan atau dilakukan pemerintah
· Fungsi kebijakan sosial adalah untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan);
· Tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan warga negara/warga masyarakat;
· Bentuk kebijakan sosial antara lain dikategorikan dalam 3 (tiga) macam, yaitu : Peraturan dan Perundang-undangan, Program Pelayanan Sosial, dan Sistem Perpajakan (kesejahteran fiskal);
· Wujud kewajiban negara (state obligation) untuk memenuhi hak-hak sosial warganya;
Uraian
Untuk sistematiknya pemahaman penjelasan relevansi kebijakan sosial terhadap upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia, dapat dilihat sebagaimana uraian berikut :
a. UUD 1945 merupakan landasan konstitusional kehidupan berbangsa dan bernegara dalam melakukan pembangunan nasional mengisi kemerdekaan;
b. Pemerintah (Presiden, Wakil Presiden dan kabinet serta jajaran dibawahnya) menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJJ) sesuai visi dan misinya (pada saat mencalonkan diri sebagai presiden/wakil presiden) yang kemudian dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) pembangunan, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin Sumber Daya Alam (SDA) yang ada (fisik/nonfisik), dengan didukung kualitas dan kompetensi aparatur (SDM) dan struktur kelembagaan yang dipunyai, baik di tingkat pusat hingga daerah (provinsi maupun kabupaten/kota);
c. Dewan Perwakilan Rakyat dengan hak-hak yang dimilikinya : (legislasi, penganggaran dan pengawasan) bersama-sama pemerintah mengeluarkan regulasi (kebijakan sosial) dalam hubungannya dengan penanggulangan kemiskinan. Kebijakan sosial tersebut ditetapkan melalui mekanisme politik memberikan payung hukum (legislasi) yang kuat terhadap kebijakan yang dikeluarkan, memberikan kepastian alokasi sumber pendanaan (pengganggaran) dan kontrol (pengawasan) pelaksanaan kebijakan dimaksud di tengah-tengah masyarakat;
e. Regulasi kebijakan sosial dimaksud bisa berupa pertama, sistem perpajakan, baik sebagai sumber pendanaan kebijakan sosial, maupun sebagai instrumen kebijakan yang bertujuan langsung mencapai distribusi pendapatan yang adil. Kedua, Peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum yang mendasari kebijakan sosial dimaksud sehingga sah, legal dan mengikat secara hukum seluruh komponen yang terlibat. Ketiga, Program Pelayanan Sosial, Kebijakan sosial diwujudkan dan diaplikasikan dalam bentuk pelayanan sosial yang berupa bantuan barang, tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial, bimbingan sosial, baik konseling, advokasi maupun pendampingan (Suharto, 2007);
f. Dalam hubungannya dengan penanggulangan kemiskinan maka ketiga instrumen dimaksud difungsikan secara terintegrasi, bersinergi dan saling mendukung sebagai satu kesatuan yang holistik. Kesatupaduan ketiga instrumen dimaksud juga dimaksudkan untuk mendukung efesiensi dan efektivitas program-program penanggulangan kemiskinan;
g. Beberapa program penanggulangan kemiskinan yang pernah dan sedang dilaksanakan di Indonesia antara lain : Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Kredit Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna dalam rangka Pengentasan Kemiskinan (KP-TTG-Taskin), Program Ekonomi Simpan Pinjam (UED-SP), Program Kredit Usaha Tani (KUT), Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS), Program Operasi Pasar Khusus (OPK-Beras), Program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE), Program Beasiswa dan Dana Biaya Operasional Pendidikan Dasar dan Menengah (JPS-Bidang Pendidikan, Program JPS-Bidang Kesehatan (Askeskin, Jamkesmas, dll), Program Padat Karya Perkotaan (PKP), Program Prakarsa Khusus Pengangguran Perempuan (PKPP), Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pembangunan Prasarana Subsidi Bahan Bakar Minyak (PPM-Prasarana Subsidi BBM), Program Dana Bergulir Subsidi Bahan Bakar Minyak untuk Usaha Kecil dan Menengah, Program Dana Tunai Subsidi Bahan Bakar Minyak (Prihatin, 2004). Program yang lain adalah : Program Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan USEP KM untuk meningkatkan usaha produktif bagi keluarga miskin, dan sebagainya (Sriharini, 2007);
h. Berbagai program penanggulangan kemiskinan sebagaimana tersebut diatas bertujuan akhir agar masyarakat miskin menjadi berdaya (empowered) dan menjadi mandiri serta sejahtera (well-being). Sejahtera dalam konsep kesejahteraan sendiri diartikan bukan hanya secara ekonomi (terjadinya peningkatan pendapatan) tetapi juga secara sosial, yang diindikasikan dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (pangan, sandang, perumahan), terjadinya peningkatan kualitas hidup, pendidikan, kesehatan, akses dan partisipasi politik, aktualisasi diri pada bidang sosial budaya, dan sebagainya;
i. Berbagai program penanggulangan kemiskinan tersebut juga merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam arti luas dengan tujuan untuk meningkatkan daya (power) dari orang-orang yang kurang beruntung (Ife, 1995), termasuk didalamnya orang miskin atau dalam persfektif yang lebih rinci sebagaimana dikemukakan Suharto (2005), pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentang dan lemah (termasuk orang miskin) sehingga mereka memiliki kekuatan dan kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom) dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan juga bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa yang mereka perlukan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka;
j. Konsep kesejahteraan sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sejahtera memiliki ciri aman, sentosa dan makmur ; selamat (terlepas dari segala macam gangguan, termasuk didalamnya gangguan terhadap kemiskinan, kemelaratan, kelaparan, dan sebagainya). Dengan demikian, kesejahteraan sosial merupakan keadaan masyarakat yang sejahtera Pengertian seperti ini menempatkan kesejahteraan sosial sebagai tujuan akhir dari suatu kegiatan pembangunan. (Lessy, 2007).
k. Berbagai kebijakan program dalam menanggulangi kemiskinan dimaksud kemudian dianalisis secara deskriptif dan faktual tentang sebab-sebab dan akibat-akibat dari kebijakan dimaksud (Dunn, 1991) atau dinilai (assesmen) secara terencana, sistematis dan akurat mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial, baik sebelum maupun sesudah kebijakan itu diimplementasikan (Suharto, 2005). Kajian analisis tersebut bisa juga berupa evaluasi komprehensif oleh pemerintah (baik di level Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Pemerintah Pusat), terhadap berbagai keberhasilan menjadi catatan positif agar berbagai kebijakan tersebut dipertahankan dan ditingkatkan sementara kegagalan/hambatan menjadi masukan positif bagi upaya perbaikan dan penyempurnaan berbagai program dimaksud untuk masa yang akan datang (feed back);
l. Untuk perbaikan, penyempurnaan dan peningkatan berbagai program penanggulangan kemiskinan tersebut, pemerintah juga melakukan penjaringan aspirasi kepada masyarakat miskin secara terstruktur formal berjenjang melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), dimulai level desa, Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Pemerintah Pusat. Model ini kemudian melahirkan pembangunan yang berpendekatan partisipatif dan aspiratif (bottom-up), sehingga suara-suara masyarakat miskin terakomodasi dalam kebijakan-kebijakan sosial selanjutnya;
m. Hal yang sama dilakukan kalangan legislatif (DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD Pusat), melalui penjaringan aspirasi kepada konstituennya (khususnya kalangan masyarakat miskin) untuk penyusunan regulasi kebijakan sosial baru (perbaikan atau penyempurnaan) di masa yang akan datang;
n. Proses sebagaimana tersebut diatas melahirkan suatu siklus yang terus menerus berlangsung dalam kerangka penanggulangan kemiskinan agar mampu mewujudkan keberdayaan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sebagai sebuah siklus maka kebijakan sosial dengan berbagai program-programnya akan senantiasa lahir, diperbaiki, dikembangkan, ditingkatkan dan disempurnakan hingga benar-benar melahirkan masyarakat (miskin) yang berdaya, mandiri dan sejahtera.
Kesimpulan
Dengan melihat kerangka pikir dan argumentasi-argumentasi yang dibangun maka dapat disimpulkan bahwa terdapat relevansi antara kebijakan sosial dengan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Tanpa kebijakan sosial yang tepat, efektif dan efesien maka penanggulangan kemiskinan tidak akan berhasil mencapai tujuan-tujuannya, dan itu artinya pula bahwa keberhasilan penanggulangan kemiskinan pada akhirnya akan melahirkan terwujudnya keberdayaan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, William N. 1981.
Public Policy Analysis : An Introduction. Prentice Hall, New Jersey.
Ife, Jim. 1995.
Community Development : Creating Community Vision, Analysis and Practice. Longman Australia Pty.Limited, Melbourne.
Lessy, Zulkipli. 2007.
Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Sosial dalam Islam, Peran Pekerja Sosial dalam Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Sosial, dalam Model-Model Kesejahteraan Sosial Islam (Perspektif Normatif Filosofis dan Praktis). Penerbit Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Prihatin, Juni. S. 2004.
Strategi Pengentasan Kemiskinan, dalam Agnes Sunartiningsi (ed), Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui Institusi Lokal. Aditya Media, Yogyakarta.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Naional. 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.
Sriharini. 2007.
Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin dalam Model-Model Kesejahteraan Sosial Islam (Persfektif Normatif Filosofis dan Praktis). Penerbit Fakultas Dakwah Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarya.
Suharto, Edi. 2005.
Membangun Masyarakat Memberdayakan Umat. Refika Aditama, Bandung.
__________.2005.
Analisis Kebijakan Publik, Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. ed.revisi. Penerbit Alfabeta, Bandung.
__________. 2007.
Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Pendahuluan
Beberapa definisi kebijakan sosial, yaitu :
a. Ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, (Suharto, 2007).
b. Kebijakan sosial merujuk pada apa yang dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program-program tunjangan sosial lainnya, (Bent, Watts, Dalton dan Smith dalam Suharto, 2007)
c. Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya, (Suharto, 2007).
d. Bentuk kebijakan sosial antara lain dikategorikan dalam 3 (tiga) macam, yaitu : Peraturan dan Perundang-undangan, Program Pelayanan Sosial, dan Sistem Perpajakan atau kesejahteran fiskal, (Suharto, 2007).
Jadi kebijakan sosial adalah :
· Berbagai ketetapan yang dibuat dan atau dilakukan pemerintah
· Fungsi kebijakan sosial adalah untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan);
· Tujuannya untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan warga negara/warga masyarakat;
· Bentuk kebijakan sosial antara lain dikategorikan dalam 3 (tiga) macam, yaitu : Peraturan dan Perundang-undangan, Program Pelayanan Sosial, dan Sistem Perpajakan (kesejahteran fiskal);
· Wujud kewajiban negara (state obligation) untuk memenuhi hak-hak sosial warganya;
Uraian
Untuk sistematiknya pemahaman penjelasan relevansi kebijakan sosial terhadap upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia, dapat dilihat sebagaimana uraian berikut :
a. UUD 1945 merupakan landasan konstitusional kehidupan berbangsa dan bernegara dalam melakukan pembangunan nasional mengisi kemerdekaan;
b. Pemerintah (Presiden, Wakil Presiden dan kabinet serta jajaran dibawahnya) menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJJ) sesuai visi dan misinya (pada saat mencalonkan diri sebagai presiden/wakil presiden) yang kemudian dituangkan dalam Rencana Strategis (Renstra) pembangunan, dengan memanfaatkan seoptimal mungkin Sumber Daya Alam (SDA) yang ada (fisik/nonfisik), dengan didukung kualitas dan kompetensi aparatur (SDM) dan struktur kelembagaan yang dipunyai, baik di tingkat pusat hingga daerah (provinsi maupun kabupaten/kota);
c. Dewan Perwakilan Rakyat dengan hak-hak yang dimilikinya : (legislasi, penganggaran dan pengawasan) bersama-sama pemerintah mengeluarkan regulasi (kebijakan sosial) dalam hubungannya dengan penanggulangan kemiskinan. Kebijakan sosial tersebut ditetapkan melalui mekanisme politik memberikan payung hukum (legislasi) yang kuat terhadap kebijakan yang dikeluarkan, memberikan kepastian alokasi sumber pendanaan (pengganggaran) dan kontrol (pengawasan) pelaksanaan kebijakan dimaksud di tengah-tengah masyarakat;
e. Regulasi kebijakan sosial dimaksud bisa berupa pertama, sistem perpajakan, baik sebagai sumber pendanaan kebijakan sosial, maupun sebagai instrumen kebijakan yang bertujuan langsung mencapai distribusi pendapatan yang adil. Kedua, Peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum yang mendasari kebijakan sosial dimaksud sehingga sah, legal dan mengikat secara hukum seluruh komponen yang terlibat. Ketiga, Program Pelayanan Sosial, Kebijakan sosial diwujudkan dan diaplikasikan dalam bentuk pelayanan sosial yang berupa bantuan barang, tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial, bimbingan sosial, baik konseling, advokasi maupun pendampingan (Suharto, 2007);
f. Dalam hubungannya dengan penanggulangan kemiskinan maka ketiga instrumen dimaksud difungsikan secara terintegrasi, bersinergi dan saling mendukung sebagai satu kesatuan yang holistik. Kesatupaduan ketiga instrumen dimaksud juga dimaksudkan untuk mendukung efesiensi dan efektivitas program-program penanggulangan kemiskinan;
g. Beberapa program penanggulangan kemiskinan yang pernah dan sedang dilaksanakan di Indonesia antara lain : Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Kredit Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna dalam rangka Pengentasan Kemiskinan (KP-TTG-Taskin), Program Ekonomi Simpan Pinjam (UED-SP), Program Kredit Usaha Tani (KUT), Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS), Program Operasi Pasar Khusus (OPK-Beras), Program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE), Program Beasiswa dan Dana Biaya Operasional Pendidikan Dasar dan Menengah (JPS-Bidang Pendidikan, Program JPS-Bidang Kesehatan (Askeskin, Jamkesmas, dll), Program Padat Karya Perkotaan (PKP), Program Prakarsa Khusus Pengangguran Perempuan (PKPP), Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pembangunan Prasarana Subsidi Bahan Bakar Minyak (PPM-Prasarana Subsidi BBM), Program Dana Bergulir Subsidi Bahan Bakar Minyak untuk Usaha Kecil dan Menengah, Program Dana Tunai Subsidi Bahan Bakar Minyak (Prihatin, 2004). Program yang lain adalah : Program Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan USEP KM untuk meningkatkan usaha produktif bagi keluarga miskin, dan sebagainya (Sriharini, 2007);
h. Berbagai program penanggulangan kemiskinan sebagaimana tersebut diatas bertujuan akhir agar masyarakat miskin menjadi berdaya (empowered) dan menjadi mandiri serta sejahtera (well-being). Sejahtera dalam konsep kesejahteraan sendiri diartikan bukan hanya secara ekonomi (terjadinya peningkatan pendapatan) tetapi juga secara sosial, yang diindikasikan dengan terpenuhinya kebutuhan dasar (pangan, sandang, perumahan), terjadinya peningkatan kualitas hidup, pendidikan, kesehatan, akses dan partisipasi politik, aktualisasi diri pada bidang sosial budaya, dan sebagainya;
i. Berbagai program penanggulangan kemiskinan tersebut juga merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam arti luas dengan tujuan untuk meningkatkan daya (power) dari orang-orang yang kurang beruntung (Ife, 1995), termasuk didalamnya orang miskin atau dalam persfektif yang lebih rinci sebagaimana dikemukakan Suharto (2005), pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentang dan lemah (termasuk orang miskin) sehingga mereka memiliki kekuatan dan kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom) dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan juga bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa yang mereka perlukan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka;
j. Konsep kesejahteraan sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sejahtera memiliki ciri aman, sentosa dan makmur ; selamat (terlepas dari segala macam gangguan, termasuk didalamnya gangguan terhadap kemiskinan, kemelaratan, kelaparan, dan sebagainya). Dengan demikian, kesejahteraan sosial merupakan keadaan masyarakat yang sejahtera Pengertian seperti ini menempatkan kesejahteraan sosial sebagai tujuan akhir dari suatu kegiatan pembangunan. (Lessy, 2007).
k. Berbagai kebijakan program dalam menanggulangi kemiskinan dimaksud kemudian dianalisis secara deskriptif dan faktual tentang sebab-sebab dan akibat-akibat dari kebijakan dimaksud (Dunn, 1991) atau dinilai (assesmen) secara terencana, sistematis dan akurat mengenai konsekuensi-konsekuensi kebijakan sosial, baik sebelum maupun sesudah kebijakan itu diimplementasikan (Suharto, 2005). Kajian analisis tersebut bisa juga berupa evaluasi komprehensif oleh pemerintah (baik di level Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Pemerintah Pusat), terhadap berbagai keberhasilan menjadi catatan positif agar berbagai kebijakan tersebut dipertahankan dan ditingkatkan sementara kegagalan/hambatan menjadi masukan positif bagi upaya perbaikan dan penyempurnaan berbagai program dimaksud untuk masa yang akan datang (feed back);
l. Untuk perbaikan, penyempurnaan dan peningkatan berbagai program penanggulangan kemiskinan tersebut, pemerintah juga melakukan penjaringan aspirasi kepada masyarakat miskin secara terstruktur formal berjenjang melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang), dimulai level desa, Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Pemerintah Pusat. Model ini kemudian melahirkan pembangunan yang berpendekatan partisipatif dan aspiratif (bottom-up), sehingga suara-suara masyarakat miskin terakomodasi dalam kebijakan-kebijakan sosial selanjutnya;
m. Hal yang sama dilakukan kalangan legislatif (DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD Pusat), melalui penjaringan aspirasi kepada konstituennya (khususnya kalangan masyarakat miskin) untuk penyusunan regulasi kebijakan sosial baru (perbaikan atau penyempurnaan) di masa yang akan datang;
n. Proses sebagaimana tersebut diatas melahirkan suatu siklus yang terus menerus berlangsung dalam kerangka penanggulangan kemiskinan agar mampu mewujudkan keberdayaan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sebagai sebuah siklus maka kebijakan sosial dengan berbagai program-programnya akan senantiasa lahir, diperbaiki, dikembangkan, ditingkatkan dan disempurnakan hingga benar-benar melahirkan masyarakat (miskin) yang berdaya, mandiri dan sejahtera.
Kesimpulan
Dengan melihat kerangka pikir dan argumentasi-argumentasi yang dibangun maka dapat disimpulkan bahwa terdapat relevansi antara kebijakan sosial dengan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Tanpa kebijakan sosial yang tepat, efektif dan efesien maka penanggulangan kemiskinan tidak akan berhasil mencapai tujuan-tujuannya, dan itu artinya pula bahwa keberhasilan penanggulangan kemiskinan pada akhirnya akan melahirkan terwujudnya keberdayaan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, William N. 1981.
Public Policy Analysis : An Introduction. Prentice Hall, New Jersey.
Ife, Jim. 1995.
Community Development : Creating Community Vision, Analysis and Practice. Longman Australia Pty.Limited, Melbourne.
Lessy, Zulkipli. 2007.
Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Sosial dalam Islam, Peran Pekerja Sosial dalam Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Sosial, dalam Model-Model Kesejahteraan Sosial Islam (Perspektif Normatif Filosofis dan Praktis). Penerbit Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Prihatin, Juni. S. 2004.
Strategi Pengentasan Kemiskinan, dalam Agnes Sunartiningsi (ed), Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui Institusi Lokal. Aditya Media, Yogyakarta.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Naional. 2002.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penerbit Balai Pustaka, Jakarta.
Sriharini. 2007.
Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin dalam Model-Model Kesejahteraan Sosial Islam (Persfektif Normatif Filosofis dan Praktis). Penerbit Fakultas Dakwah Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarya.
Suharto, Edi. 2005.
Membangun Masyarakat Memberdayakan Umat. Refika Aditama, Bandung.
__________.2005.
Analisis Kebijakan Publik, Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. ed.revisi. Penerbit Alfabeta, Bandung.
__________. 2007.
Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Penerbit Alfabeta, Bandung.